JELMAAN BARU KOMERSIALISASI PENDIDIKAN
Sistem imperialisme yang telah usang sepanjang sejarahnya terus menghambat kemajuan kekuatan produktif dan telah menyebabkan keterbelakangan yang demikian hebat bagi kekuatan produktif yang ada. Kelas buruh, kelas pekerja termasuk kaum tani dan rakyat tertindas lainnya terus dibelenggu dan didesak sampai tidak ada tempat lagi untuk mengembangkan kehidupannya. Imperialisme dunia maupun rezim reaksioner dalam negeri melalui berbagai langkah ekonomi dan politiknya untuk menyelamatkan diri dari terpaan krisis justru melempar beban krisis itu ke pundak para kelas buruh dan kaum tani serta seluruh rakyat tertindas lainnya. Situasi ini pasti akan menciptakan syarat-syarat yang lebih matang bagi perjuangan sengit antara kelas buruh, kaum tani dan golongan rakyat tertindas lainnya melawan imperialisme, feodalisme dan para kapitalis birokrat di berbagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal, tak terkecuali di Indonesia.
Penindasan yang begitu hebat akibat dari bercokolnya kekuatan Imperialisme asing di Indonesia yang masuk dan kokoh berdiri atas bantuan para pembantunya -para borjuasi besar komprador saat ini. Di bawah rejim penghamba Imperialis inilah rakyat Indonesia terus dihimpit dengan berbagai penghisapan dan penindasan, berbagai cara digunakan untuk menyenangkan tuan Imperialisnya, kita memahami bahwa Imperialisme sangat bernafsu pada kekayaan yang dimiliki Indonesia, mulai dari bahan tambang, sumber bahan mentah untuk Industri sampai pada jumlah penduduk yang sangat cocok untuk pasar bahkan untuk penyedia tenaga kerja (buruh). Selain borjuasi besar komprador dan kapitalis birokrat, Imperialisme juga menggunakan sisa–sisa sampah feodalisme yang saat ini masih bercokol di Indonesia yang dimanifestasikan pada tuan–tuan tanah lokal. Melalui kolaborasi tiga poros utama (Komprador-Kapitalis Birokrat-Tuan Tanah) inilah Imperialisme dengan leluasa menggerakkan roda penindasannya terhadap rakyat di Indonesia.
Pendidikan saat ini dipandang sebagai salah satu sektor yang dapat mendatangkan keuntungan yang besar, sehingga dengan cara yang sistematis pendidikan telah diatur
2
sedemikian rupa untuk dapat mendatangkan keuntungan. Historis pendidikan di negeri ini masih menyisakan kabut gelap bagi rakyatnya. Pendidikan pada setiap masa, hanya dijadikan alat legitimasi penindasan bagi penguasa. Berbagai kebijakan dan gagasan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang kemudian dipatenkan melalui konstitusi untuk melegitimasi perampasan hak rakyat dan meraup keuntungan melalui lapangan pendidikan. sejak tahun 2001 pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kesepakatan Bersama Tentang Perdagangan Jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS), Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang memasukkan pendidikan menjadi salah satu dari 16 komoditas (barang dagangan). IRONIS, kebijakan tersebut tidak pernah terbukti mampu membawa pendidikan di Indonesia menjadi lebih berkualitas hingga dapat menjamin kelangsungan hidup rakyat yang lebih sejahtera, kebijakan tersebut kemudian justru diperkuat lewat kebijakan baru yaitu Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang ditetapkan tangal 16 Desember 2008 kemudian di Undangkan (UU NO. 9 Tahun 2009) pada tanggal 17 Januari 2009. Kebijakan ini justru membawa dampak yang makin buruk bagi rakyat, hilangnya kesempatan bagi anak buruh dan anak tani untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi karena mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh peserta didik dan orang tuanya.
Kenyatan ini adalah bukti konkret terjadinya komersialisai pendidikan di Indonesia. Meskipun tanggal 30 Maret 2010 Mahkamah Konstitusi telah mencabut Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) tapi kebijakan tersebut tidak sama sekali bertujuan untuk menghentikan praktik komersialisai pendidikan di Indonesia. Dicabutnya UU BHP ini bukanlah semata-mata atas dasar niat baik pemerintah untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk mengenyam pendidikan dan memajukan budaya Masyarakat Indonesia. Dicabutnya UU tersebut, bukan berarti payung hukum atas komersialisasi pendidikan telah sirna dari tanah air. Segudang peraturan yang mendukung usaha dagang pendidikan masih bercokol, sebut saja UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP 60/61 1999 tentang Otonomi Kampus, berbagai PP yang menetapkan PT BHMN, UU No.1 tahun 2004 tentang pembendaharaan Negara dan PP No.23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum/BLU. Yang menyakitkan lagi pasca-BHP dibatalkan berbagai kampus tidak melakukan penyesuaian atas dihapusnya kebijakan tersebut, melainkan berbagai kampus-kampus negeri melalui rektornya
3
kembali meminta adanya payung hukum baru selain BHP dan akhirnya 28 September 2010 wajah baru jelmaan dari komersialisasi pendidikan lahir kembali. PP No. 66 Tahun 2010 menjadi awal lembaran baru komersialisasi pendidikan.
Kita masih ingat, Pemerintah melakukan Kerjasama dengan Asian Development Bank (ADB), tentang Hinger Education Project dengan total utang 102,6 juta dolar AS mulai tahun 1993 sampai 2001. Bantuan tersebut di berikan untuk enam kampus PTN dan 11 Kampus PTS di Indonesia. Misi dari kerjasama tersebut sama persis dengan program World Bank yaitu tentang efisiensi dan relevansi Perguruan Tinggi, kebijakan tersebut sesungguhnya mengukuhkan otonomi terhadap kampus. Artinya sampai saat ini perjanjian di atas masih berlangsung, tidak ada sikap resmi pemerintah yang membatalkan berbagai perjanjian tersebut. Biaya SPP masih terus naik secara agresif, uang masuk, DPP (Dana Pengembangan Pendidikan) atau apapun namanya juga tidak ada tanda-tanda untuk diturunkan, apalagi dihapuskan. Pemerintah masih tetap dengan pendiriannya untuk mendepak anak-anak buruh, tani dan pegawai rendahan agar semakin menjauh dari bangku kuliah. komersialisasi pendidikan jalan terus. Biaya semakin mahal, tidak ada jaminan kualitas dan lapangan pekerjaan.
ATURAN KEMAHASISWAAN; Pengekangan Kebebasan Berekpresi, berkreativitas, berpendapat dan berorganisasi bagi mahasiswa
Mahalnya biaya pendidikan dan berseminya pembangunan gedung dan fasilitas lain dibeberapa sekolah dan perguruan tinggi untuk menjaring peserta didik sebanyak-banyaknya, ternyata tidak menjamin peningkatan kualitas pendidikan. Tingkat pendidikan Indonesia masih jauh dengan negara-negara lain, bahkan negara di Asia Tenggara sekalipun seperti Vietnam, Malaysia dan Singapura. Hal yang paling prinsip yaitu pengekangan kebebasan Mahasiswa untuk berorganisasi dan berekspresi dikampus membuktikan hilangnya ruang demokrasi di kampus. Lebih lanjut, pengekangan terhadap demokratisasi di kampus masih membelenggu hak-hak mahasiswa untuk berekspresi, berpendapat dan berorganisasi. Upaya-upaya secara sistematis untuk membungkam demokratisasi di kampus begitu nyata terlihat. Mulai dari pengetatan kuliah dan sistem presensi, pemberlakuan kode etik, jam malam, larangan bagi organisasi ekstra (ormas) melalui Surat Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor: 26/Dikti/Kep/2002 tentang pelarangan organisasi ekstra kampus,
4
intimidasi dan ancaman pengurangan nilai terhadap mahasiswa yang kritis terhadap kehidupan kampus, pelarangan demonstrasi, hingga pada represifitas secara langsung dengan kekerasan.
UNM pun semakin bertingkah memperlihatkan pengabdiannya pada imperialism, satu persatu kebijakan dikeluarkan untuk memuluskan langkah yang telah ditata dengan baik oleh para kapital birokrat, gerakan meredam sampai mematikan gerakan perlawanan internal kampus. Tak ada lagi ayah atau anak, tak ada lagi pembimbing atau terbimbing, tak ada lagi silaturahmi dan kekeluargaan yang terjadi, yang ada MELAWAN berarti SALAH.
PUTUSKAN KADER Lembaga Kemahasiswaan LEWAT POA.
Langkah awal birokrasi di tahun 2010 dilakukan dengan pemotongan jalur kaderisasi lembaga kemahasiswaan lewat Prosesi PMB dengan mengeluarkan keputusan perubahan PMB menjadi POA yang tidak lagi melibatkan unsur mahasiswa didalamnya. Melalui surat Keputusan Rektor UNM No. 1765A/H36/KM/2010 Tentang Penerimaan dan Orientasi Akademik Mahasiswa Baru UNM Tahun Akademik 2010/2011. UNM mencoba memperlihatkan kesalahannya. Hal ini didasari pada keputusan yang rancuh, coba tuk menganalisa Keputusan Pelaksanaan POA, berikut dapat kita lihat bersama beberapa kejanggalan keputusan yang dibuat birokrasi UNM:
- Pada Bagian “Memperhatikan” Poin 4-8 dijelaskan tidak adanya keterlibatan saran dan peran mahasiswa dalam hal ini Lembaga Kemahasiswaan sebagai refresentatif dari mahasiswa UNM yang merupakan bagian dari Civitas Akademika sebagai mana yang diatur dalam STATUTA UNM BAB I ketentuan Umum Pasal 1 Poin 7 bahwa “Sivitas Akademika adalah satuan masyarakat kampus yang terdiri dari dosen dan mahasiswa UNM” dalam perencanaan, penyusunan, perumusan dan pembentukan kegiatan POA, padahal isi dari keputusan ini banyak menyinggung persoalan mahasiswa (Lembaga Kemahasiswaan) seperti:
1. A. dasar pemikiran poin I(pertama) menjelaskan “….disamping mereka belum mengenal proses belajar mengajar yang lebih menuntut kemandirian yang berbasis pada otonomi keilmuan, juga mereka belum mengetahui sarana dan prasarana yang dapat digunakan untuk mendukung proses belajar di perguruan
5
tinggi, seperti perpustakaan, Lembaga Kemahasiswaan dan sebagainya…..”. Dasar ini jelas menjelaskan bahwa Lembaga kemahasiswaan punya peran dalam pelaksanaan kegiatan POA karena merupakan sarana pendukung proses belajar bagi mahasiswa baru tapi kenyataannya TIDAK DILIBATKAN.
2. A. Dasar Pemikiran Poin 3(ketiga) menjelaskan ”….dalam kenyataannya, ajang penyambutan mahasiswa baru lebih merupakan ajang perpeloncoan dan ajang pelanggaran hak azasi manusia yang dilakukan oleh mahasiswa senior terhadap mahasiswa baru (yuniornya)….”. Dasar ini jelas memperlihatkan TIDAK ADANYA PERAN YANG PRINSIP BIROKRASI dari setiap kesalahan dari kejadian PMB masa lalu yang hanya dilakukan oleh segelintir oknum padahal jelas pada format PMB tahun sebelumnya memberikan pembagian porsi kerja yang jelas antara BIROKRASI dan MAHASISWA dengan baik pada pelaksanaan PMB namun kenapa mesti mahasiswa khususnya LEMBAGA KEMAHASISWAAN yang harus DIPERSALAHKAN dari semua kejadian itu.
3. C. FUNGSI DAN TUJUAN menjelaskan “…..mengetahui jenis organisasi kemahasiswaan di kampus dan perannya dalam mendukung pelaksanaan tridarma perguruan tinggi, kegiatan kemahasiswaan di kampus serta kegiatan di luar kampus yang melibatkan mahasiswa…”
D. MATERI poin 4(empat) menjelaskan “…Organisasi kemahsiswaan meliputi jenis,struktur di tingkat Universitas,fakultas dan jurusan, jenis kegiatan didalam dan diluar…”.
poin ini jelas memperlihatkan peran Lembaga Kemahasiswaan dalam mendukung pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi dan mempunyai peran yang begitu besar, Namun dalam kegiatannya Tidak Melibatkan Lembaga Kemahasiswaan, lalu siapa yang menyampaikan hal ini??, adakah birokrasi paham jelas kesemua kegiatan dan kondisi Lembaga kemahasiswaan UNM hari ini???
Beberapa poin diatas sangat jelas memperlihatkan posisi penting Mahasiswa dalam hal ini lembaga kemahsiswaan dalam kegiatan ini, namun kenyataan yang terjadi hari ini birokrasi UNM menutup mata atas keberadaan Lembaga kemahasiswaan di UNM. Kenapa hal ini terjadi? Apakah kegiatan POA menyembunyikan sebuah rahasia
6
besar birokrasi sehingga menutup semua ruang yang bisa mengancam keputusan rahasia tersebut????
Rahasia itupun terlihat; pelaksaaan POA tahun 2010 menyisahkan banyak pertanyaan terkhusus hal sangat sensitive PENGGUNAAN ANGGARAN POA. POA tahun 2010 mencatatkan pembiayaan penerimaan mahasiswa baru tertinggi di UNM sebesar Rp. 425.000,-/ mahasiswa. Dengan pengalokasian dana POA sebesar Rp. 225.000,- dan Dana Pembinaan Kemahasiswaan sebesar Rp. 200.000,-.
Kurang lebih 6 bulan kegiatan POA telah berlangsung pengalokasian pungutan anggaran yang dibebankan kepada mahasiswa baru yang merupakan DANA HABIS masih menyisahkan banyak cerita, pengalokasian jaket mahasiswa baru sebesar Rp. 35.000,-/ mahasiswaa sampai saat ini belum terlihat jelas keberadaannya. Selain itu, terkhusus pendanaan untuk kemahasiswaan yang seharusnya bertambah dengan adanya pengalokasian illegal dana yang dipungut dari mahasiswa baru namun realitas yang terjadi Lembaga kemahasiswaan UNM saat ini semakin sulit mendapatkan anggaran kegiatan, ruang transparansi anggaran untuk lembaga kemahasiswaan dari tingkatan jurusan, fakultasn dan universitas sangat sulit didapatkan, lantas kemana itu semua??
MEGA PROYEK BIROKRASI UNM; PENETAPAN ATURANKEMAHASISWAAN
Belum berakhit kisruh pelaksanaan POA yang tidak melibatkan Lembaga Kemahasiswaan dalam pelaksanaannya dan banyak keganjalan pengalokasian anggarannya, Kemudian diam-diam pihak birokrasi UNM louncing mega proyek baru menetapkan sebuah keputusan yang kontrovesi berupa ATURAN KEMAHASISWAAN untuk meredam gerakan perlawanan yang coba dilakukan oleh mahasiswa. Tahun 2010 lagi-lagi menjadi tahun berbahagia bagi birokrasi UNM, aturan yang lagi-lagi membantu kegiatan-kegiatan busuknya berusaha disembunyikan dengan menutup ruang transparansi dan perlawanan yang sering disuarakan mahasiswa melalui pengesahan Aturan Kemahasiswaan UNM.
7
ANALISIS KERANCUAN Pasal demi Pasal dalam ATURAN KEMAHASISWAAN UNM.
Ada apa dengan Aturan Kemasiswaan UNM, beberapa analisis poin dalam aturan kemahasiswaan UNM yang memperlihatkan kerancuan sebagai berikut:
1. Bab I Poin 2 menjelaskan “….Organisasi Kemahasiswaan UNM adalah wahana pengembangan diri makasiswa ke arah perluasan wawasan, peningkatan kecerdasan, dan integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi….”. Poin ini jelas memaparkan bahwa Organisasi Kemahasiswaan UNM adalah wahana pengembangan diri, namun kenapa mesti ada perasyarat kemampuan Akademik berupa IPK dan batasan Semester dalam aturan ini, jadi orang yang cerdas saja bisa lebih berkembang, sedangkan yang IPK rendah mentok berada pada level kemampuan yang stagnan saja. KASIHAN…
2. Bab I Poin 3 menjelaskan “…bidang kemahasiswaan adalah subsistem pendidikan tinggi yang mencakup proses perencanaan, pengorganisasian, pengaturan, pengelolaan, pembinaan, pengendalian, dan evaluasi kegiatan ekstrakulikuler…”. Poin ini jelas memperlihatkan kesalahan birokrasi UNM karena tidak mengindahkan konsitusi dasar dalam perumusan aturan ini yaitu KEPMENDIKBUD No.155 Tahun 1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi Bab I Pasal 2 bahwa ”Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa”. Namun Birokrasi lagi-lagi memperlihatkan kesalahan fatalnya.
3. Bab V Persyaratan Menjadi Pengurus Organisasi Kemahasiswaan UNM
- Pasal 17 poin 1i menjelaskan “tidak pernah dijatuhi skorsing selama menjadi mahasiswa UNM”. Poin ini memperlihatkan bahwa birokrasi UNM membeda-bedakan mahasiswa dan tidak memperlihatkan model-model pembinaan terhadap mahasiswa, hal ini melanggar konstitusi Negara UUD 1945…….
- Pasal 17 poin 1j menjelaskan “memiliki IPK Minimal 3,00”. Poin ini bertolak belakang dari KEPMENDIKBUD 155 tahun 1998 Bab I Pasal 1poin 1 yang menjelaskan bahwa “Organisasi Kemahasiswaan perguruan tinggi adalah sarana pengembangan diri mahasiswa kearah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian…”, dan yang
8
paling fatal poin ini bertolak belakang dengan salah satu pasal pada aturan ini pula yakni Ketentuan Umum pada pasal 1 sebelumnya pada aturan ini yang menjelaskan bahwa ”…Organisasi Kemahasiswaan UNM adalah wahana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan, peningkatan kecerdasan, dan integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi..”. apakah IPK hari ini menjadi tolak ukur kemampuan mahasiswa tuk berkembang, apa di UNM hanya untuk orang yang pintar dari segi akademik saja yang bisa berkembang lewat organisasi? Apakah hanya mahasiswa yang pintar dari segi akademik saja yang bisa menikmati sarana kampus seperti lembaga kemahasiswaan? UNM Larang Mahasiswanya MAJU, MAU MAJU KOK DIBATASI, LAGI_LAGI TIDAK BERDASAR …!!!
- Pasal 17 Poin 1k menjelaskan “berada pada rentang semester IV-VI”, poin ini semakin memperlihatkan jika birokrasi UNM tidak mau melihat Lembaga Kemahasiswaan sebagai salah satu unsure yang sangat berperan penting dalam kemajuan kampus, syarat menjadi pengurus Lembaga kemahasiswaan dibatasi dari segi semester, pasal sebelumnya sudah memperlihatkan kesalahan birokrasi dengan memasukkan IPK sekarang birokrasi UNM semakin memperlihatkan kesalahan fatalnya, Lembaga Kemahasiswaan di UNM punya tingkatan yang berbeda-beda, yang sifatnya berjenjang sesuai dengan tingkatan kemapangan berorganisasi yang dapat diukur dari proses kaderisasi mulai dari Lembaga Kemahasiswaan tingkat Jurusan, Fakultas dan Universitas. Kalau semua pengurus LK hari ini adalah mahasiswa semester IV-VI dimana Logika. Jika dibatasi hanya semester IV-VI artinya hanya 2 tahun sedangkan tingkatan LK ada tiga, lanjut organisasi kemahasiswaan tidak berjalan sepenuhnya mengikuti tahun akademik yang masa kepengurusannya berganti diawal tahun artinya akan banyak pengurus LK yang tidak tuntas kepengurusannya karena sudah melebihi masa semesternya sedangkan masa jabatan masih ada. ATURAN MEMBUNUH….
4. Bab VI Kewajiban dan Hak
- pasal 18 poin 1d menjelaskan ” Setiap Mahasiswa UNM wajib ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan ….”. poin ini bila kita lihat
9
lebih mendalam merupakan turunan dari UU SISDIKNAS pasal 6 ayat 2 yang menyatakan bahwa ”setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”, namun seperti kita ketahui bersama pasal ini sudah tidak berlaku lagi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.11-14-21-126-136/PUU-VII/ 2009 karena dianggap tidak mempunyai kekuatan hokum mengikat. Bila disederhanakan bahwa UNM masih menganut UU BHP yang arah pembiayaan pendidikan diberikan pada investor dan mahasiswa, karena pembiayaan pendidikan diwajibkan kepada mahasiswa untuk ikut menanggungnya. Berarti sebuah keharusan, lantas bagaimana dengan orang yang kurang mampu dari segi ekonomis, apakah keberadaan beasiswa sudah bisa menolong???? UNM itu kampus Plat MERAH (Negeri) bukan milik pribadi atau kelompok atau memang diarahkan pada swastanisasi kampus? Terus Pemerintah Buat apa ada???
- Pasal 18 poin 1f menjelaskan “Setiap mahasiswa UNM wajib menghargai/ mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga”, bagaimana bisa berkembang kalau semuanya dibatasi. Yang ada hanya segelintir orang yang bisa berkembang. Yang IPK RENDAH DILARANG BERKEMBANG.
- Pasal 19 poin 1c menjelaskan “memanfaatkan fasilitas yang dimiliki oleh UNM dalam rangka kelancaran proses belajar dengan penuh rasa tanggungjawab”. Dari aplikasinya mahasiswa justru dijadikan pemakai fasilitas yang paling terbelakang, contoh kecil pada peminjaman Gedung atau kendaraan, UNM lebih senang kalau yang menggunakan fasilitas adalah pihak luar kampus, mungkin karena dipersewakan dan menghasilkan uang sehingga pengalokasian anggaran untuk merawatan fasilitas kampus yang telah dianggarkan bisa diarahkan ke tempat lain. Mahasiswa dilarang menggunakan Gedung dimalam hari tapi kalau ada kegiatan pernikahan bisa digunakan oleh pihak luar, YANG ENAK SIAPA??
5. BAB VII Tata Tertib dan Sanksi-Sanksi Akademik
Pasal 22 poin 2a menjelaskan “mahasiswa tidak mencampuri urusan akademik yang diselenggarakan dalam lingkungan UNM”. Poin ini lagi-lagi bertolak belakang dengan pasal lain dalam aturan ini yakni pasal 19 poin 1e bahwa ”mahasiswa berhak memperoleh layanan informasi yang
10
berkaitan dengan program studi yang diikuti untuk meningkatkan prestasi belajar..”, pasal ini memperlihatkan otoriter birokrasi yang seenaknya mengambil sebuah keputusan, atau pasal ini sengaja dibuat untuk menutupi beribu kerancuan pelayanan akademik yang sampai saat ini sangat memprihatinkan, mulai dari jadwal akademik, system pembelajaran yang carut marut dsb. BIROKRASI UNM TIDAK MAU DIKRITIK, TIDAK DEMOKRATIS..!!!
6. Pasal 25 menjelaskan bahwa mahasiswa UNM dikenakan sanksi pemecatan bilamana “2. Menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan-tulisan atau gambar yang isinya sebagai pernyataan permusuhan, kebencian dan penghinaan terhadap pemerintah RI dan/atau UNM”. BIROKRASI UNM TIDAK DEMOKRATIS, TIDAK MAU DIKRITIK TAPI KEPUTUSAN DIAMBIL SEPIHAK…LUCU…!!!
7. Bab XI Aturan Peralihan Pasal 41 menjelaskan bahwa “semua peraturan yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini”. Lantas bagaimana kalau justru peraturan ini yang bertentangan dengan peraturan yang ada sebelumnya??
Poin-poin diatas, hanya sebahagian keganjalan dan kekeliruan yang dilakukan UNM dalam membuat aturan ini, hal yang paling urgen dari keputusan ini adalah Aturan Kemahasiswaan UNM dibuat tanpa mengindahkan aturan Negara atau telah terjadi PELANGGARAN KONSTITUSI dalam pembuatannya. Aturan Kemahasiswaan UNM sangat jelas bertentangan dengan KEPMENDIKBUD No.155 Tahun 1998 Tentang Pedoman Umum Organisasi kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi, Kami dari lembaga Kemahasiswaan pula merumuskan aturan main Lembaga kemahasiswaan itu sendiri namun tidak melakukannya dengan kegiatan penghinaan Konstitusi yang ada, Birokrasi UNM sering menyuarakan silaturahmi dan komunikasi namun mengapa semua ini mesti terjadi, Birokrasi UNM bukan dictator tapi abdi Negara dalam mewujudkan cita-cita bangsa dalam mencerdasskan kehidupan berbangsa dan bernegara bukan mencerdaskan segelintir orang saja. ATURAN KEMAHASISWAAN mesti ada namun tidak dengan jalan licik seperti ini.
11
ATURAN KEMAHASISWAAN; Menghancurkan Cita-Cita Kampus Sebagai Institusi Pencerdasan
Pemberlakukan Aturan Kemahasiswaan pada akhirnya hanya akan menambah represifitas dan pengekangan birokrasi terhadap proses demokratisasi dan pencerdasan mahasiswa. Pelarangan dan pembubaran terhadap aksi-aksi perlawanan mahasiswa terhadap birokrasi seolah menjadi tumbal mahal demi perealisasian aturan anti rakyat ini. Tidak ada syarat-syarat sedikitpun bagi UNM untuk menuju penghidupan yang lebih baik selama system yang berkuasa adalah imperialism, komprador, capitalism yang anti rakyat. Maka sebuah keharusan bagi kita, Mahasiswa UNM, sebagai bagian dari gerakan pembebasan nasional untuk terus melakukan kampanye dan aksi menolak kebijakan-kebijakan pembungkaman, pembudakan dan pembodohan kepada Rakyat terkhudus pada gerakan perlawanan mahasiswa.
Satu Suara, Tolak ATURAN KEMAHASISWAAN UNM!!!
KUATKAN SIMPUL DESAKAN REVISI ATURAN KEMAHASISWAAN UNM!!!
Hidup Mahasiswa!!!
Hidup Rakyat !!!
# LEMBAGA KEMAHASISWAAN UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR #